Rabu, 21 Mei 2025
Tren Buy Now Pay Later Picu Kekhawatiran Utang Konsumtif
Tren Buy Now Pay Later Picu Kekhawatiran Utang Konsumtif

Tren Buy Now Pay Later Picu Kekhawatiran Utang Konsumtif

Tren Buy Now Pay Later Picu Kekhawatiran Utang Konsumtif

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print

<yoastmark class=

Tren Buy Now Pay Later (BNPL) atau “beli sekarang bayar nanti” semakin populer di kalangan konsumen, khususnya generasi milenial dan Gen Z. Kemudahan akses dan proses pendaftaran yang cepat menjadikan layanan ini sebagai alternatif menarik dibandingkan kartu kredit konvensional. BNPL memungkinkan pengguna membeli barang atau jasa tanpa harus membayar langsung, melainkan mencicil dalam tenor tertentu, biasanya tanpa bunga jika dibayar tepat waktu.

Di Indonesia, layanan BNPL ditawarkan oleh berbagai perusahaan fintech seperti Akulaku, Kredivo, dan SPayLater (Shopee PayLater). Tak hanya e-commerce, sektor lain seperti layanan perjalanan, pendidikan, hingga kebutuhan gaya hidup mulai menggandeng skema ini untuk meningkatkan daya beli konsumen. Laporan dari DSInnovate menyebutkan bahwa pengguna aktif BNPL di Indonesia telah menembus angka jutaan dalam dua tahun terakhir.

Keberhasilan BNPL dalam menarik minat masyarakat tak lepas dari pendekatan yang user-friendly. Antarmuka aplikasi yang intuitif, proses verifikasi instan, dan tidak perlu agunan menjadikan layanan ini tampak ideal bagi mereka yang belum memiliki akses kredit formal. Apalagi di tengah ketidakpastian ekonomi dan inflasi, skema cicilan ringan tampak seperti solusi praktis.

Namun, di balik popularitasnya, tren ini mulai memunculkan kekhawatiran. Banyak pengguna yang menggunakan BNPL untuk membiayai kebutuhan konsumtif seperti gadget, pakaian bermerek, hingga perjalanan liburan. Motivasi utama bukan lagi kebutuhan mendesak, melainkan keinginan mengikuti tren atau tekanan sosial dari media sosial.

Tren Buy Now hal ini mengindikasikan bahwa meskipun teknologi keuangan berkembang pesat, literasi keuangan masyarakat masih tertinggal. Banyak pengguna yang tidak menyadari bahwa skema BNPL tetap membawa risiko keuangan jika tidak dikelola dengan bijak. Penggunaan berlebihan tanpa perencanaan yang matang dapat menyebabkan tumpukan tagihan di akhir bulan, apalagi jika menggunakan lebih dari satu layanan BNPL secara bersamaan.

BNPL Dan Potensi Terjebaknya Konsumen Dalam Siklus Utang

BNPL Dan Potensi Terjebaknya Konsumen Dalam Siklus Utang tanpa disadari, layanan ini berpotensi menciptakan siklus utang konsumtif, khususnya di kalangan anak muda yang cenderung impulsif dalam berbelanja. Kemudahan dalam bertransaksi justru bisa menjadi jebakan yang sulit dihindari jika tidak dibarengi kontrol diri dan pemahaman akan konsekuensi keuangan.

Berbeda dengan kartu kredit yang memiliki limit berdasarkan skor kredit dan evaluasi pendapatan pengguna, BNPL cenderung lebih longgar dalam menyetujui permintaan kredit. Hal ini membuat seseorang dengan pendapatan terbatas bisa saja menggunakan fasilitas cicilan lebih dari kemampuan riilnya. Akibatnya, pembayaran cicilan menumpuk dan bisa mengganggu kebutuhan pokok lainnya seperti makan, transportasi, atau biaya pendidikan.

BNPL juga memberikan ilusi kemampuan membeli yang lebih tinggi. Misalnya, sebuah smartphone seharga Rp6 juta yang tampak mahal menjadi terasa ringan karena bisa dicicil Rp500.000 per bulan. Banyak konsumen yang akhirnya membeli barang-barang melebihi kebutuhan dan kemampuan, hanya karena skema cicilan tampak “ramah dompet”.

Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya pemeriksaan komprehensif atas rasio utang terhadap pendapatan. Akibatnya, banyak pengguna yang tak sadar telah memiliki rasio utang tinggi. Jika salah satu cicilan telat dibayar, denda dan bunga mulai dikenakan, yang membuat beban finansial makin berat. Beberapa layanan bahkan mengenakan bunga harian yang cepat membuat total utang membengkak.

Tak jarang kasus gagal bayar terjadi karena pengguna kehilangan pekerjaan atau terkena musibah. Dalam kasus ekstrem, pengguna BNPL yang telat bayar bisa mengalami penagihan yang agresif. Meskipun beberapa fintech sudah diatur oleh OJK, praktik di lapangan masih menyisakan persoalan etika dalam mekanisme penagihan.

Para ahli keuangan menyarankan agar penggunaan BNPL hanya dilakukan untuk pembelian yang benar-benar mendesak, dengan mempertimbangkan kemampuan pembayaran jangka pendek. Konsumen juga dianjurkan untuk mencatat semua kewajiban cicilan, agar tetap dalam batas aman yakni maksimal 30% dari total pendapatan bulanan. Tanpa disiplin finansial, BNPL bisa menjadi sumber stres jangka panjang.

Regulasi Dan Pengawasan terhadap Layanan Tren Buy Now Masih Minim

Regulasi Dan Pengawasan terhadap Layanan Tren Buy Now Masih Minim oleh regulasi yang komprehensif. Meski beberapa perusahaan penyedia BNPL telah terdaftar di OJK sebagai perusahaan fintech, belum ada payung hukum khusus yang secara rinci mengatur operasional, pengawasan, dan perlindungan konsumen dalam skema ini. Hal ini memunculkan kekhawatiran akan celah hukum yang bisa disalahgunakan.

Di beberapa negara maju seperti Australia dan Inggris, pemerintah mulai memberlakukan regulasi ketat terhadap layanan BNPL. Mereka mewajibkan penyedia untuk melakukan pengecekan kredit menyeluruh, transparansi bunga dan biaya, serta perlindungan terhadap konsumen muda. Indonesia pun perlu meniru langkah ini mengingat tingginya jumlah pengguna muda yang rentan.

Saat ini, banyak perusahaan BNPL belum secara transparan menjelaskan biaya tersembunyi, bunga, atau denda keterlambatan. Bahkan, ada beberapa layanan yang menampilkan bunga nol, padahal dalam perjanjian pengguna tercantum biaya layanan atau penalti yang cukup tinggi jika melewati jatuh tempo. Ini menjadi sumber potensi konflik antara penyedia dan pengguna.

Pemerintah perlu menegaskan kehadirannya dengan membuat regulasi khusus BNPL dalam bentuk Peraturan OJK atau Undang-Undang Fintech. Aturan ini harus memuat ketentuan limit transaksi, verifikasi kredit, edukasi konsumen, serta batasan bunga dan denda. Dengan demikian, penyedia layanan tidak bisa semena-mena memanfaatkan ketidaktahuan konsumen demi keuntungan semata.

Selain regulasi, penting pula dilakukan edukasi secara masif mengenai risiko BNPL. Lembaga seperti OJK, Bank Indonesia. Kemudian bahkan kementerian pendidikan dapat menyisipkan kurikulum literasi finansial di sekolah dan kampus. Dengan memahami risiko dan manfaat BNPL sejak dini, masyarakat akan lebih bijak dalam memanfaatkan teknologi keuangan.

Ke depan, dengan pertumbuhan sektor fintech yang kian pesat, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi pilar utama. Dengan regulasi yang proaktif dan berpihak pada konsumen menjadi fondasi untuk menciptakan ekosistem keuangan digital yang sehat dan berkelanjutan.

Membangun Kesadaran Finansial Untuk Menghindari Utang Konsumtif

Membangun Kesadaran Finansial Untuk Menghindari Utang Konsumtif, penting bagi masyarakat untuk membangun kesadaran finansial agar tidak terjebak dalam gaya hidup konsumtif. Dengan kesadaran ini meliputi pemahaman akan perbedaan antara kebutuhan dan keinginan, kemampuan mengatur anggaran, serta disiplin dalam mengelola pengeluaran.

Langkah pertama dalam membangun kesadaran finansial adalah melakukan evaluasi gaya hidup. Dengan banyak orang membeli barang bukan karena butuh, tetapi karena tren atau dorongan sosial. Misalnya, membeli barang branded agar terlihat keren di media sosial. Padahal, barang tersebut bisa jadi tidak digunakan maksimal. Dengan memahami prioritas kebutuhan, seseorang dapat menghindari pemborosan dan memfokuskan keuangan untuk hal yang lebih penting.

Langkah berikutnya adalah membuat rencana anggaran bulanan. Idealnya, 50% penghasilan dialokasikan untuk kebutuhan pokok, 30% untuk keinginan, dan 20% untuk tabungan serta investasi. Dengan seseorang memiliki cicilan BNPL, maka pos cicilan harus masuk dalam alokasi maksimal 30% dari total pengeluaran agar tidak mengganggu kebutuhan dasar.

Menggunakan aplikasi keuangan juga dapat membantu melacak pengeluaran. Sehingga banyak aplikasi keuangan gratis yang bisa digunakan untuk mencatat transaksi harian dan mengevaluasi kebiasaan belanja. Kemudian ini penting untuk menyadari pola konsumsi dan menekan pengeluaran yang tidak perlu.

Selain itu, perlu adanya disiplin dalam menggunakan layanan BNPL. Gunakan hanya untuk pembelian yang direncanakan dan benar-benar diperlukan, bukan untuk mengikuti tren. Kemudian hindari menggunakan lebih dari satu layanan BNPL secara bersamaan agar tidak bingung saat membayar tagihan. Pastikan juga membaca dengan teliti semua syarat dan ketentuan, terutama soal bunga dan denda.

Dengan meningkatnya kesadaran finansial, masyarakat akan lebih bijak dalam menggunakan layanan keuangan modern seperti BNPL. Kemudahan teknologi seharusnya menjadi alat bantu, bukan jebakan yang menjerumuskan dalam utang. Dengan digunakan dengan bijak dan penuh perhitungan, BNPL dapat menjadi solusi yang membantu, bukan masalah yang memberatkan dari Tren Buy Now.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait