Sabtu, 19 Juli 2025
25% Pengguna BNPL Di AS Pakai Skema Buat Belanjaan Bulanan
25% Pengguna BNPL Di AS Pakai Skema Buat Belanjaan Bulanan

25% Pengguna BNPL Di AS Pakai Skema Buat Belanjaan Bulanan

25% Pengguna BNPL Di AS Pakai Skema Buat Belanjaan Bulanan

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
25% Pengguna BNPL Di AS Pakai Skema Buat Belanjaan Bulanan
25% Pengguna BNPL Di AS Pakai Skema Buat Belanjaan Bulanan

25% Pengguna BNPL, atau layanan beli sekarang bayar nanti, awalnya dikenal sebagai metode pembayaran untuk pembelian barang-barang konsumtif seperti fesyen, gadget, atau tiket perjalanan. Namun, riset terbaru menunjukkan pergeseran perilaku yang signifikan di Amerika Serikat. Kini, sebanyak 25% pengguna BNPL menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan bulanan seperti belanja bahan makanan, produk kebersihan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya.

Temuan ini mengejutkan banyak pengamat ekonomi karena mencerminkan bahwa BNPL tidak lagi sekadar menjadi sarana untuk membeli barang-barang non-esensial, melainkan telah masuk ke ranah pemenuhan kebutuhan pokok. Artinya, sebagian masyarakat Amerika kini mengandalkan cicilan jangka pendek ini untuk bertahan secara finansial dari bulan ke bulan.

Data yang dirilis lembaga riset pasar PYMNTS dan LendingClub menunjukkan adanya peningkatan sebesar 17% dari tahun sebelumnya terkait penggunaan BNPL untuk kebutuhan rumah tangga. Kenaikan ini seiring dengan tekanan inflasi yang masih membayangi konsumen pasca pandemi. Meski inflasi di AS telah melandai dibandingkan 2022, harga pangan dan kebutuhan pokok tetap tinggi, mendorong masyarakat mencari cara alternatif untuk menunda pembayaran.

Faktor lainnya adalah kemudahan akses layanan BNPL yang kini ditawarkan langsung oleh toko-toko swalayan besar dan platform e-commerce. Hanya dengan beberapa klik, konsumen bisa menyebarkan pembayaran ke empat atau enam kali cicilan tanpa bunga. Hal ini menarik minat kalangan menengah ke bawah, terutama generasi milenial dan Gen Z yang memiliki penghasilan terbatas namun kebutuhan konsumsi tinggi.

25% Pengguna BNPL, perubahan ini juga memunculkan pertanyaan besar tentang keberlanjutan keuangan konsumen. Jika layanan cicilan jangka pendek digunakan untuk membeli kebutuhan harian, apakah ini pertanda krisis likuiditas yang lebih dalam di kalangan masyarakat? Pakar keuangan mulai memperingatkan bahwa ketergantungan pada BNPL untuk belanja bulanan bisa memicu efek domino utang jangka panjang yang tidak sehat.

Dorongan Ekonomi Dan Ketimpangan Penghasilan Sebagai Pemicu 25% Pengguna BNPL

Dorongan Ekonomi Dan Ketimpangan Penghasilan Sebagai Pemicu 25% Pengguna BNPL untuk kebutuhan sehari-hari sejatinya bukan terjadi dalam ruang hampa. Kondisi ekonomi makro di Amerika Serikat turut memainkan peran penting dalam mendorong adopsi metode ini. Ketimpangan penghasilan, stagnasi upah riil, serta biaya hidup yang terus naik adalah faktor utama yang mendorong masyarakat berpenghasilan rendah hingga menengah menggunakan BNPL sebagai “alat bantu napas” keuangan.

Dalam laporan Federal Reserve, tercatat bahwa sekitar 40% warga Amerika tidak memiliki tabungan darurat sebesar $400 untuk menghadapi pengeluaran mendadak. Dalam situasi seperti ini, layanan BNPL menjadi alternatif “penyelamat” karena dianggap lebih ringan daripada kartu kredit yang memiliki bunga tinggi dan biaya keterlambatan besar.

Selain itu, pasar kerja yang mulai pulih pasca pandemi masih belum sepenuhnya stabil bagi banyak sektor informal dan pekerja kontrak. Banyak di antara mereka yang penghasilannya tidak tetap, menjadikan mereka sulit mengatur pengeluaran bulanan. Skema BNPL memungkinkan mereka membeli barang kebutuhan terlebih dahulu dan membayarnya saat sudah menerima penghasilan, memberikan fleksibilitas yang sangat dibutuhkan.

Peningkatan harga pangan juga berperan besar dalam mendorong perilaku ini. Indeks harga konsumen untuk makanan di rumah menunjukkan peningkatan 3–5% dibandingkan tahun lalu, menyebabkan tekanan besar pada anggaran keluarga. Ketika harga kebutuhan pokok naik lebih cepat daripada kenaikan gaji, penggunaan layanan cicilan jangka pendek menjadi solusi sementara yang mudah diakses.

Konsumen dengan skor kredit rendah juga lebih menyukai BNPL dibandingkan metode pinjaman konvensional. BNPL umumnya tidak mensyaratkan pengecekan kredit yang ketat, membuatnya lebih inklusif untuk kelompok ekonomi rentan. Tapi hal ini juga menjadikan mereka lebih rentan terhadap penumpukan cicilan yang sulit dilunasi.

Secara sosial, ini mencerminkan kondisi di mana model konsumsi masyarakat mulai mengalami distorsi. Ketika alat pembayaran yang awalnya dirancang untuk mendorong gaya hidup konsumtif kini digunakan untuk memenuhi kebutuhan mendasar, itu adalah tanda bahwa sistem ekonomi menghadapi tekanan struktural yang perlu segera ditangani oleh pembuat kebijakan.

Risiko Tersembunyi: Cicilan Tanpa Bunga Bisa Menjebak

Risiko Tersembunyi: Cicilan Tanpa Bunga Bisa Menjebak dan fleksibilitas BNPL, tersembunyi potensi risiko finansial yang seringkali tidak disadari oleh pengguna. Banyak konsumen tergoda oleh iming-iming “0% bunga” dan pembayaran ringan, tanpa menyadari bahwa mereka bisa dengan mudah terjebak dalam siklus hutang bergulir, terutama jika menggunakan layanan BNPL dari beberapa penyedia sekaligus.

Banyak perusahaan BNPL memang tidak mengenakan bunga selama cicilan dibayarkan tepat waktu. Namun, jika terjadi keterlambatan, denda yang dikenakan bisa sangat tinggi, bahkan lebih mahal dibandingkan bunga kartu kredit biasa. Selain itu, beberapa penyedia menerapkan sistem pelaporan ke biro kredit jika pengguna menunggak pembayaran, yang dapat menurunkan skor kredit konsumen.

Risiko lainnya adalah akumulasi cicilan. Karena transaksi BNPL terkesan ringan dan tidak terasa langsung menguras saldo, banyak pengguna yang melakukan lebih dari satu transaksi dalam sebulan. Ketika waktu pembayaran datang, mereka kaget karena jumlah tagihan yang menumpuk. Situasi ini bisa berujung pada gagal bayar, terutama jika pendapatan tidak mencukupi untuk menutupi semua cicilan sekaligus.

Regulator pun mulai menyoroti hal ini. Otoritas Perlindungan Konsumen Keuangan AS (CFPB) tengah mengkaji kemungkinan regulasi baru untuk mengatur industri BNPL agar lebih transparan dan melindungi konsumen. Beberapa ide yang mengemuka antara lain adalah kewajiban penyedia BNPL melaporkan data keuangan pengguna secara real-time ke lembaga pemantau kredit dan penyedia layanan keuangan lainnya.

Penting bagi pengguna untuk mengadopsi perilaku finansial yang cerdas dan disiplin. Gunakan BNPL hanya untuk pembelian yang sudah direncanakan dan pastikan kemampuan membayar di masa mendatang. Melacak semua transaksi BNPL dalam satu aplikasi dan menetapkan batas maksimum cicilan bulanan bisa membantu menghindari jebakan utang yang merugikan dalam jangka panjang.

Implikasi Jangka Panjang Bagi Industri Dan Regulasi Keuangan

Implikasi Jangka Panjang Bagi Industri Dan Regulasi Keuangan di Amerika Serikat memiliki implikasi besar. Baik terhadap industri keuangan maupun arah kebijakan regulasi di masa mendatang. Ketika layanan yang dirancang untuk fleksibilitas belanja kini beralih fungsi. Menjadi penyokong kebutuhan hidup, maka industri harus bersiap menghadapi realitas baru yang jauh lebih kompleks dan berisiko tinggi.

Di satu sisi, perusahaan BNPL melihat fenomena ini sebagai peluang ekspansi. Mereka mulai menjalin kerja sama dengan retailer kebutuhan pokok seperti supermarket, toko bahan makanan, hingga layanan pengantaran. Beberapa bahkan menciptakan produk baru yang khusus dirancang untuk kebutuhan rumah tangga dengan cicilan mikro yang lebih cepat dan sederhana. Tapi di sisi lain, ekspansi ini meningkatkan eksposur risiko gagal bayar di kalangan konsumen berpendapatan rendah.

Investor pun mulai mencermati struktur risiko perusahaan BNPL. Dalam laporan keuangan beberapa unicorn fintech, rasio gagal bayar (default rate) untuk transaksi. Kebutuhan rumah tangga ternyata lebih tinggi dibandingkan transaksi untuk barang elektronik atau mode. Ini menunjukkan bahwa meskipun sektor kebutuhan pokok tampak “aman”, ternyata ketidakstabilan keuangan konsumen bisa berdampak langsung ke neraca perusahaan.

Regulator keuangan pun mulai menyiapkan langkah antisipatif. Di tengah popularitas BNPL yang terus meningkat, belum ada regulasi khusus yang mengatur praktik bisnis ini. Secara rinci seperti halnya pinjaman bank atau kartu kredit. Beberapa pakar mendorong adanya payung hukum yang mewajibkan. Penyedia BNPL memberikan edukasi keuangan kepada pengguna, serta transparansi penuh atas biaya dan risiko.

Perubahan ini menjadi peringatan bagi negara lain, termasuk Indonesia, yang tengah menyambut maraknya layanan serupa. BNPL dapat menjadi alat yang bermanfaat bila digunakan secara bijak. Namun tanpa edukasi, transparansi, dan pengawasan, ia bisa menjadi bom waktu. Yang mengancam kestabilan ekonomi rumah tangga di masa depan dengan 25% Pengguna BNPL.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait