
NEWS

Tragedi Tanah Longsor Di Mojokerto: 10 Orang Tewas Tertimbun
Tragedi Tanah Longsor Di Mojokerto: 10 Orang Tewas Tertimbun

Tragedi Tanah Longsor memilukan terjadi di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, pada Jumat malam, 25 April 2025. Hujan deras yang mengguyur kawasan pegunungan Pacet sejak sore hari memicu tanah longsor besar yang menimbun satu dusun di Desa Claket. Menurut keterangan warga dan aparat desa, hujan intensitas tinggi sudah berlangsung lebih dari lima jam tanpa jeda, menyebabkan tanah di lereng bukit menjadi jenuh air dan akhirnya runtuh sekitar pukul 21.30 WIB. Suara gemuruh besar terdengar, disusul dengan longsoran material tanah, batu, dan pepohonan yang meluncur cepat ke permukiman warga.
Dusun yang terdampak merupakan kawasan padat dengan lebih dari 50 rumah sederhana. Saat kejadian, sebagian besar warga berada di dalam rumah masing-masing, mengingat kondisi cuaca yang buruk. Tanah longsor datang tanpa peringatan dini yang cukup, menimpa rumah-rumah dalam sekejap. Warga yang sempat mendengar suara gemuruh mencoba berlarian menyelamatkan diri, namun banyak yang tidak sempat melarikan diri.
Data sementara dari BPBD menyebutkan bahwa 10 orang dipastikan tewas tertimbun material longsor, sementara 15 lainnya mengalami luka-luka, dan belasan orang masih dinyatakan hilang. Evakuasi dilakukan secara manual menggunakan alat seadanya karena alat berat baru bisa masuk ke lokasi keesokan paginya. Suasana di lokasi penuh keharuan, dengan keluarga korban dan warga sekitar berusaha membantu pencarian sambil bergulat dengan emosi dan rasa kehilangan.
Tragedi Tanah Longsor hingga berita ini ditulis, upaya pencarian dan evakuasi masih terus berlangsung. Pihak berwenang mendirikan posko darurat di balai desa terdekat untuk menampung korban selamat dan mengkoordinasikan bantuan logistik. Pemerintah daerah juga mengeluarkan peringatan untuk warga yang tinggal di lereng-lereng bukit lainnya agar segera mengungsi karena potensi longsor susulan masih tinggi mengingat curah hujan belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Kesaksian Warga Tragedi Tanah Longsor: Jeritan Minta Tolong Di Tengah Gelapnya Malam
Kesaksian Warga Tragedi Tanah Longsor: Jeritan Minta Tolong Di Tengah Gelapnya Malam, banyak dari mereka yang masih dalam kondisi trauma berat, mengingat momen mengerikan saat tanah dan batu raksasa mengubur rumah-rumah mereka. Salah seorang saksi mata, Siti Aisyah (45 tahun), menceritakan bagaimana ia mendengar jeritan minta tolong dari dalam timbunan tanah saat mencoba menyelamatkan diri bersama keluarganya.
Menurut Aisyah, saat hujan mulai deras, ia sudah merasa cemas dan meminta keluarganya tetap waspada. Namun, tanah longsor datang begitu cepat. “Tiba-tiba saya dengar suara seperti truk besar jatuh, bumi bergetar, lalu gelap semua. Saya lari sambil gendong anak saya, tapi suami saya terpisah,” tuturnya sambil menangis. Aisyah berhasil selamat, namun suaminya hingga kini masih dinyatakan hilang.
Warga lain, Wahyu (29 tahun), yang selamat setelah memanjat ke atap rumah, mengatakan ia mendengar jeritan dan rintihan dari bawah timbunan tanah selama berjam-jam. Namun upaya penyelamatan sangat sulit dilakukan karena gelap gulita dan hujan deras terus mengguyur. “Kami hanya bisa dengar suara orang minta tolong, tapi tidak tahu di mana posisinya. Kami takut tanah longsor susulan,” katanya dengan suara serak.
Banyak warga yang mengalami luka-luka akibat tertimpa puing atau terseret lumpur saat berusaha menyelamatkan diri. Anak-anak dan lansia menjadi kelompok yang paling rentan. Salah satu kisah mengharukan datang dari seorang bocah laki-laki berusia 8 tahun, yang ditemukan selamat meski terkubur lumpur setinggi dada selama lebih dari 8 jam. Ia ditemukan oleh tim SAR saat fajar menyingsing, dan segera dievakuasi ke rumah sakit.
Kesaksian-kesaksian ini menggambarkan betapa cepat dan dahsyatnya bencana tersebut. Banyak warga yang kini trauma berat, bahkan sebagian mengalami gejala gangguan stres pascatrauma (PTSD). Pihak Dinas Sosial setempat telah menurunkan tim psikolog untuk memberikan pendampingan psikososial kepada para korban selamat, terutama anak-anak dan lansia yang terlihat sangat terpukul.
Proses Evakuasi Dan Tantangan Berat Di Lapangan
Proses Evakuasi Dan Tantangan Berat Di Lapangan, tim SAR gabungan yang terdiri dari BPBD, Basarnas, TNI, Polri, PMI, dan relawan komunitas menghadapi medan yang sulit, minim penerangan, serta cuaca ekstrem. Sejak malam kejadian, petugas sudah berjibaku dengan lumpur setinggi lutut, batu besar, dan reruntuhan bangunan yang bercampur tanah liat licin.
Salah satu tantangan utama adalah akses ke lokasi bencana yang sempit dan hanya bisa dilalui kendaraan roda dua atau berjalan kaki. Beberapa alat berat seperti ekskavator dan loader baru berhasil tiba di lokasi pada pagi hari setelah jalan darurat dibuka secara manual oleh petugas dan relawan. Bahkan, untuk beberapa titik longsoran, proses evakuasi tetap harus dilakukan dengan cangkul, sekop, dan tangan kosong karena alat berat tidak dapat mencapai area yang sangat curam.
Koordinator lapangan Basarnas Mojokerto, Andi Nugroho, mengatakan bahwa setiap menit sangat berharga dalam penyelamatan korban. “Kami bekerja nonstop, berpacu dengan waktu. Setiap suara dari bawah puing harus kami dengar baik-baik. Kami pakai teknik pencarian manual, dan sesekali dibantu alat pendeteksi suara untuk memastikan apakah masih ada tanda-tanda kehidupan,” ujarnya.
Kondisi cuaca yang belum bersahabat juga menjadi hambatan besar. Hujan yang turun terus-menerus menyebabkan tanah di sekitar lokasi longsor menjadi semakin labil, meningkatkan risiko longsor susulan. Beberapa kali, petugas terpaksa menghentikan sementara operasi evakuasi demi keselamatan seluruh tim. Selain itu, kabut tebal yang turun di malam hari membuat jarak pandang hanya sekitar 5–10 meter, menyulitkan koordinasi antar tim.
Untuk mempercepat evakuasi, pemerintah setempat mendirikan beberapa posko bantuan dan dapur umum di lokasi pengungsian. Logistik seperti makanan siap saji, air minum, selimut, dan obat-obatan didatangkan dari berbagai daerah sekitar. Banyak organisasi sosial dan masyarakat umum yang turut membantu, menunjukkan solidaritas kemanusiaan yang luar biasa di tengah tragedi.
Tanggapan Pemerintah Dan Upaya Pencegahan Di Masa Depan
Tanggapan Pemerintah Dan Upaya Pencegahan Di Masa Depan, bupati Mojokerto, Hj. Ikfina Fahmawati, langsung mengunjungi lokasi bencana dan bertemu dengan keluarga korban. Dalam keterangannya kepada media, ia menyatakan duka mendalam atas korban jiwa yang jatuh dan menegaskan komitmen pemerintah. Untuk melakukan evakuasi maksimal serta memberikan bantuan penuh kepada para korban dan keluarganya.
Pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga turun tangan dengan mengirimkan bantuan logistik tambahan serta personel SAR dari Jakarta. Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, menyatakan bahwa kejadian ini menjadi pelajaran penting bahwa kawasan rawan longsor harus mendapat perhatian lebih serius, terutama terkait dengan sistem peringatan dini dan tata ruang.
Dalam jangka pendek, pemerintah daerah berencana untuk. Merelokasi warga yang tinggal di zona merah rawan longsor ke lokasi yang lebih aman. Lahan relokasi sedang disiapkan di kawasan dataran yang stabil dengan fasilitas permukiman sementara yang lebih layak. Sementara itu, pembersihan area longsor dan pencarian korban hilang akan terus dilakukan hingga tuntas.
Di sisi lain, peristiwa ini mendorong evaluasi besar-besaran terhadap kebijakan penggunaan lahan di lereng perbukitan. Banyak pakar geologi dan lingkungan menyoroti bahwa alih fungsi lahan dan pembangunan. Tanpa analisis dampak lingkungan yang memadai memperparah risiko longsor. Pemerintah diminta memperketat perizinan pembangunan di daerah rawan bencana, memperbanyak vegetasi penguat tanah, serta membangun sistem drainase yang lebih baik.
Pendidikan kebencanaan kepada masyarakat juga menjadi prioritas. Dinas Pendidikan dan BPBD setempat akan memperkuat program sosialisasi mitigasi bencana kepada warga, termasuk simulasi evakuasi dan pelatihan tanggap darurat. Dengan edukasi yang memadai, diharapkan masyarakat dapat lebih waspada dan siap menghadapi potensi bencana di masa mendatang.
Mojokerto menjadi pengingat keras bahwa perubahan iklim, degradasi lingkungan. Dan pembangunan yang tidak ramah lingkungan bisa membawa dampak yang sangat fatal. Diperlukan kerja sama semua pihak — pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan akademisi — untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali di masa depan dari Tragedi Tanah Longsor.